Rabu, 17 November 2010

Tabir Dibalik Bantuan Bencana Alam



Pakaian layak pakai, salah satu bantuan bencana
JAKARTA - Indonesia memiliki banyak musim tak hanya musim hujan atau kemarau. Saat buah-buahan mulai panen juga disebut musim. Ada lagi yang bisa disebut musim yakni musim sumbangan, selain bulan pada bulan Ramadhan musim sumbangan juga terlihat pada saat Indonesia dilanda bencana.

Fenomena ini sangat unik, menyentuh, dan pantas disyukuri. Unik karena sangat bencana datang bantuan yang datang sangat banyak terkadang sampai menumpuk. Dikatakan menyentuh, karena bisa langsung dirasakan para korban tanpa ada proses birokrasi yang berbelit-belit.

Pantas disyukuri karena yang kita tahu Indonesia juga rentan dengan konflik antaragama, suku dan ras tapi saat bencana terjadi semua ikut memberikan tanpa saling membedakan sdatu sama lain. Namun timbul pertanyaan kenapa sumbangan banyak datang pada saat terjadi bencana? Sementara setiap hari banyak orang di sekitar kita yang sangat membutuhkan ulur tangan para dermawan.

Apakah besarnya solidaritas ini dampak dari gencarnya pemberitaan media massa? Tak dapat dipungkiri media massa mempunyai efek yang luar biasa. Berefek psikologis, emosi, dalam memunculkan satu perubahan. Betapa tidak bagi media elektronik gambar korban bencana yang
disajikan sangat bisa menggetarkan emosi seseorang.

Sementara media cetak bermain dengan kata-kata menggambarkan betapa sulitnya keadaan orang yang tertimpa musibah. Jika sudah begitu, ratusan juta bantuan pun mengalir deras dari berbagai pelosok. Namun disayangkan bantuan yang mengalir pun bukan tanpa tujuan. Tak sedikit bantuan yang berlabel kelompok tertentu, ormas, dan partai politik yang mencari simpati diatas penderitaan orang lain.

Wajar jika ada yang menyatakan sudah menjadi karakter parpol di negeri ini doyan berjualan politik meski di momen duka bencana. Untuk menyampaikan nama kelompok atau golongan
tertentu, bantuan tersebut akan disalurkan oleh masing-masing. Lembaga resmi bentukan pemerintah yang bertugas menyalurkan bantuan seperti Palang Merah Indonesia (PMI) pun tak dihiraukan.

Kelompok masa yang menyalurkan bantuan secara langsung jumlahnya tak sedikit. PMI memprediksi bantuan yang mengalir langsung 70 persen lebih banyak, sedangkan yang melalui PMI jauh sedikit hanya sekitar 30 persen. Divisi Pengembangan Sumber Daya PMI Pusat Indah Puspita mengatakan, sumbangan akan lebih mengalir pada saat kampanye partai politik tiba. "Waktu jebolnya Situ Gintung banyak bantuan dari partai," katanya kepada okezone baru-baru ini.

Jumlah bantuan akan melonjak tajam pada saat bencana terjadi. Misalnya, bantuan untuk bencana tsunami Aceh yang melalui PMI sebanyak Rp5,7 triliun. Sangat berbeda sekali dibandingkan sebelum terjadi bencana yang tidak lebih dari Rp1 miliar.

Melihat fenomena ini, Indah mengatakan masyarakat belum terbiasa memberikan bantuan saat sebelum bencana terjadi. Hal itu dikarenakan kebisaan berderma (philanthropy) dari masyarakat masih terbilang kecil. "Padahal bantuan sebelum becana akan lebih baik, paling tidak sudah siap," katanya.

Sementara itu Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Syuhada Bahri mengingatkan agar masyarakat memberikan bantuan tanpa ada maksud tertentu. "LSM harus membenahi diri, memberikan bantuan harus ikhlas tanpa ada tujuan tertentu," katanya. Pemberian bantuan jangan hanya dilakukan pada saat bencana. Rasa saling membantu harus ditingkatkan karena dalam Islam tidak menyantuni orang miskin sama saja menistakan agama.

0 komentar: